A. Pengertian Agama Dan 
Masyarakat
Masyarakat adalah suatu sistem 
sosial yang menghasilkan kebudayaan. Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa 
Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut 
dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan 
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama 
di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini 
dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha 
Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, 
ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk 
Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% 
kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk 
diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan 
“menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau 
kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam 
agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Berdasar sejarah, kaum pendatang 
telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri 
dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. 
Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk 
menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas 
Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau 
Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia 
ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu 
(Confusius)”.
Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk 
Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut 
ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti 
di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui 
perdagangan.
Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia 
pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, 
yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram 
dan Majapahit.
Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di 
Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia 
berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya 
masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada 
abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik 
tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa 
Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di 
Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan 
VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah 
penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan 
sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari 
Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih 
sedikit di kepulauan Sunda.
Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan 
yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad 
ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama 
yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang 
individual.
Fungsi Agama Kepada 
Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang 
itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan 
orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi 
sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang 
dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada 
satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan 
dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai 
dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. 
Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, 
melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam 
menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap 
manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai soalan yang 
tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa 
ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia 
sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat  menarik dan untuk 
menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab 
soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada 
sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam 
pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan 
keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan 
dunia dan nilai yang sama.
– Memainkan fungsi kawanan 
sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah 
menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah 
menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan 
agama memainkan fungsi kawanan sosial
Fungsi Sosial 
Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama 
bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh 
yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau 
pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative 
factor).
Pembahasan tentang fungsi agama 
disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan 
sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi Integratif 
Agama
Peranan sosial agama sebagai 
faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu 
ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam 
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini 
dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung 
bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya 
konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif 
Agama.
Meskipun agama memiliki peranan 
sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu 
masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai 
kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi 
suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam 
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan 
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Tujuan Agama
Salah satu tujuan agama adalah 
membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan 
tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna 
dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta 
dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan 
ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama 
satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Beberapa tujuan agama yaitu 
:
Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan 
Yang Maha Esa (tahuit).
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan 
teratur dengan  baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan 
batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya 
kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.
Pelembagaan 
Negara
Upaya 
pelembagaan prinsip-prinsip Kerahasiaan Informasi berangkat dari asumsi bahwa 
keterbukaan informasi yang berlebihan akan menimbulkan sejumlah dampak yang 
merugikan bagi kepentingan nasional. Publikasi dokumen-dokumen negara tertentu 
misalnya bisa mengganggu upaya negara untuk mempertahankan keamanan dan keamanan 
nasional. Pemerintah kemudian menerapkan sistem klasifikasi informasi 
:
sistem penyembunyian atau penyimpanan informasi pemerintahan berdasarkan 
klasifikasi kerahasiaan tertentu. Sejumlah rambu-rambu diciptakan untuk 
menentukan informasi-informasi yang tidak dapat diakses publik, berikut 
sanksi-sanksi hukum bagi para pelanggarnya.
Dari sisi ini, 
klasifikasi kerahasiaan informasi memang suatu kebutuhan bagi setiap negara dan 
setiap pemerintahan. Persoalannya adalah, pengalaman di berbagai negara 
menunjukkan pemberlakuan sistem klasifikasi lebih banyak dipengaruhi 
interpretasi subyektif pejabat pemerintah. Status rahasia negara lebih 
dimaksudkan untuk melindungi reputasi pemerintah, dan bukannya untuk melindungi 
kepentingan negara. Kredibilitas dan reputasi pemerintah dianggap lebih penting 
daripada hak masyarakat untuk mendapat informasi tentang kinerja pemerintah.
Beberapa 
Catatan Tentang RUU Kerahasiaan Negara
1) Definisi dan 
ruang lingkup rahasia negara tidak dirumuskan dengan jelas dan terperinci.
Dalam 
pelaksanaannya hal ini bisa menimbulkan multi-interpretatif, dan seperti yang 
sering terjadi, sangat dipengaruhi oleh subyektivitas pejabat bersangkutan. 
Draft RUU KN yang disusun tim FH UI sesungguhnya sudah cukup rinci merumuskan 
ruang lingkup Rahasia Negara: yakni informasi yang terkait dengan pertahanan 
keamanan negara: operasi militer, teknologi persenjataan, kegiatan diplomatik, 
kegiatan intelijen, dan kegiatan pengembangan kriptografi (Pasal 4).
Namun dalam RUU 
Kerahasiaan Negara versi DPR, batas-batas yang jelas itu tidak ada. Hanya 
dirumuskan bahwa rahasia negara adalah “keterangan dan benda-benda yang 
berkaitan dengan keselamatan negara yang tidak dapat atau tidak boleh diketahui, 
dimiliki dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berhak”. (Pasal 
1.a)
2) Siapa yang 
berwenang untuk menentukan klasifikasi rahasia negara ?
“Rahasia Negara 
ditentukan dan diselenggarakan oleh Aparat Negara dan pemerintah Republik 
Indonesia yang bertugas di Lembaga-lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, baik 
Departemen maupun Non-Departemen, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, BUMN, 
dan Badan-badan lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia” (Pasal 5 
draft RUU KMIP versi DPR). Dapat dibayangkan, betapa repotnya jika setiap 
lembaga pemerintah pada semua level dan semua lini , dari presiden hingga 
kelurahan, dari institusi militer hingga BUMN berhak membuat klasifikasi rahasia 
atas informasi-informasi yang dikelolanya. Jika pasal ini dibiarkan lolos, sama 
saja kita melegitimasi kondisi dan praktik-praktik rejim kerahasiaan yang selama 
ini telah mengakar kuat di Indonesia. Jika boleh membandingkan, rumusan Tim FHUI 
lebih jelas dan spesifik dalam hal ini, karena kewenangan menentukan rahasia 
negara hanya dimiliki oleh instansi yang memiliki kewenangan di bidang: 
pertahanan keamanan, teknologi persenjataan, kegiatan diplomatik, kegiatan 
intelijen dan kegiatan pengembangan kriptografi (Pasal 5). Namun kelemahan draf 
Tim FH UI adalah menyerahkan penetapan pengklasifikasian informasi rahasia 
kepada Presiden. (Pasal 11) (Perbandiangan antara draft RUU Kerahasiaan Negara 
versi DPR, Pemerintah dan versi Tim FH-UI ini menunjukkan bahwa peran kampus 
semestinya tidak berhenti pada proses legal drafting. Karena hampir selalu 
terjadi, draft RUU yang cukup bagus dan “demokratis” produk kampus, ketika di 
tangan DPR atau Pemerintah, berubah menjadi draft RUU yang mengandung 
ancaman-ancaman rill terhadap prinsip-prinsip demokrasi.)
3) Adanya 2 
kelemahan di atas menunjukkan kelemahan lain dari draf RUU Kerahasiaan Negara, 
yakni “Tidak mempertimbangkan atau tidak melindungi kepentingan publik yang 
lebih besar. Kelemahan ini bisa dijelaskan sebagai berikut :
a. 
Pendefinisian ruang lingkup rahasia negara ditentukan hanya berdasarkan sistem 
klasifikasi. Selain sistem klasifikasi, mestinya juga diterapkan mekanisme lain 
untuk menghindari praktik perahasiaan informasi yang berlebih-lebihan dan 
merugikan kepentingan publik. Misalnya dengan menerapkan sistem public balancing 
interest test: informasi yang sudah diklasifikasikan konfidensial misalnya, 
dapat saja diputuskan untuk dibuka jika keputusan ini akan menguntungkan 
kepentingan yang lebih besar, misalnya untuk mengungkapkan kasus korupsi. Bisa 
juga diterapkan sistem consequential harm test: klaim kerahasiaan atas sebuah 
informasi harus dengan alasan dan penjelasan yang masuk akal, dan beban 
pembuktian ini harus ditanggung oleh pejabat/lembaga publik bersangkutan, bukan 
oleh peminta informasi.
b. Draf RUU 
Kerahasiaan Negara hanya concern terhadap satu aspek: bagaimana melindungi 
informasi-informasi yang perlu dirahasiakan, bagaimana membebani para pejabat 
negara dan publik dengan kewajiban untuk menjaga informasi-informasi rahasia 
negara, dan bagaimana menetapkan sanksi pidana yang cukup berat untuk setiap 
pelanggaran pembocoran rahasia negara? Lalu bagaimana dengan informasi-informasi 
yang tidak termasuk dalam klasifikasi rahasia negara? Mengapa tidak sekaligus 
diatur kewajiban badan/pejabat pemerintah untuk membuka informasi-informasi yang 
bukan rahasia negara itu kepada publik, dengan standar pelayanan yang memadai? 
Pemerintah tampaknya lebih concern terhadap informasi-informasi yang patut 
dirahasiakan daripada informasi-informasi yang harus dibuka kepada publik. Dari 
sinilah lahir keputusan-keputusan yang bersifat elitis dan berorientasi ke 
dalam. Pemerintah lebih mencemaskan bahaya pembocoran rahasia negara, meskipun 
secara faktual terlihat yang sering terjadi justru praktik-praktik penyembunyian 
informasi dengan akibat yang jauh lebih merusak dan merugikan kepentingan umum.
Langganan:
Komentar (Atom)
 | Top ↑ |
 
