//STYLE CODE WILL COME HERE - SEE STEP #4

Tugas 5. Agama

A. Pengertian Agama Dan
Masyarakat



Masyarakat adalah suatu sistem
sosial yang menghasilkan kebudayaan. Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut
dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama
di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik,
ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk
Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4%
kepercayaan lainnya.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk
diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan
“menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam
agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Berdasar sejarah, kaum pendatang
telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri
dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda.
Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk
menyesuaikan kultur di Indonesia.

Berdasarkan Penjelasan Atas
Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia
ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius)”.

Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk
Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut
ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti
di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui
perdagangan.
Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia
pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha,
yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram
dan Majapahit.
Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di
Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia
berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya
masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada
abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik
tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa
Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di
Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan
VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah
penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan
sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari
Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih
sedikit di kepulauan Sunda.
Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan
yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad
ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama
yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang
individual.

Fungsi Agama Kepada
Manusia

Dari segi pragmatisme, seseorang
itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan
orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi
sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang
dihuraikan di bawah:

- Memberi pandangan dunia kepada
satu-satu budaya manusia.

Agama dikatankan memberi pandangan
dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai
dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia.
Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia,
melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam
menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap
manusia harus menaati Allah SWT

-Menjawab pelbagai soalan yang
tidak mampu dijawab oleh manusia.

Sesetangah soalan yang sentiasa
ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia
sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk
menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab
soalan-soalan ini.

- Memberi rasa kekitaan kepada
sesuatu kelompok manusia.

Agama merupakan satu faktor dalam
pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan
keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan
dunia dan nilai yang sama.

– Memainkan fungsi kawanan
sosial.

Kebanyakan agama di dunia adalah
menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah
menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan
agama memainkan fungsi kawanan sosial

Fungsi Sosial
Agama

Secara sosiologis, pengaruh agama
bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh
yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau
pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).

Pembahasan tentang fungsi agama
disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan
sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

Fungsi Integratif
Agama

Peranan sosial agama sebagai
faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu
ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung
bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.

Fungsi Disintegratif
Agama.

Meskipun agama memiliki peranan
sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu
masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai
kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi
suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain

Tujuan Agama

Salah satu tujuan agama adalah
membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan
tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna
dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta
dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan
ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama
satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama

Beberapa tujuan agama yaitu
:

Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan
Yang Maha Esa (tahuit).
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan
teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan
batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya
kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.

Pelembagaan
Negara



Upaya
pelembagaan prinsip-prinsip Kerahasiaan Informasi berangkat dari asumsi bahwa
keterbukaan informasi yang berlebihan akan menimbulkan sejumlah dampak yang
merugikan bagi kepentingan nasional. Publikasi dokumen-dokumen negara tertentu
misalnya bisa mengganggu upaya negara untuk mempertahankan keamanan dan keamanan
nasional. Pemerintah kemudian menerapkan sistem klasifikasi informasi
:
sistem penyembunyian atau penyimpanan informasi pemerintahan berdasarkan
klasifikasi kerahasiaan tertentu. Sejumlah rambu-rambu diciptakan untuk
menentukan informasi-informasi yang tidak dapat diakses publik, berikut
sanksi-sanksi hukum bagi para pelanggarnya.

Dari sisi ini,
klasifikasi kerahasiaan informasi memang suatu kebutuhan bagi setiap negara dan
setiap pemerintahan. Persoalannya adalah, pengalaman di berbagai negara
menunjukkan pemberlakuan sistem klasifikasi lebih banyak dipengaruhi
interpretasi subyektif pejabat pemerintah. Status rahasia negara lebih
dimaksudkan untuk melindungi reputasi pemerintah, dan bukannya untuk melindungi
kepentingan negara. Kredibilitas dan reputasi pemerintah dianggap lebih penting
daripada hak masyarakat untuk mendapat informasi tentang kinerja pemerintah.

Beberapa
Catatan Tentang RUU Kerahasiaan Negara

1) Definisi dan
ruang lingkup rahasia negara tidak dirumuskan dengan jelas dan terperinci.

Dalam
pelaksanaannya hal ini bisa menimbulkan multi-interpretatif, dan seperti yang
sering terjadi, sangat dipengaruhi oleh subyektivitas pejabat bersangkutan.
Draft RUU KN yang disusun tim FH UI sesungguhnya sudah cukup rinci merumuskan
ruang lingkup Rahasia Negara: yakni informasi yang terkait dengan pertahanan
keamanan negara: operasi militer, teknologi persenjataan, kegiatan diplomatik,
kegiatan intelijen, dan kegiatan pengembangan kriptografi (Pasal 4).

Namun dalam RUU
Kerahasiaan Negara versi DPR, batas-batas yang jelas itu tidak ada. Hanya
dirumuskan bahwa rahasia negara adalah “keterangan dan benda-benda yang
berkaitan dengan keselamatan negara yang tidak dapat atau tidak boleh diketahui,
dimiliki dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berhak”. (Pasal
1.a)

2) Siapa yang
berwenang untuk menentukan klasifikasi rahasia negara ?

“Rahasia Negara
ditentukan dan diselenggarakan oleh Aparat Negara dan pemerintah Republik
Indonesia yang bertugas di Lembaga-lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, baik
Departemen maupun Non-Departemen, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, BUMN,
dan Badan-badan lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia” (Pasal 5
draft RUU KMIP versi DPR). Dapat dibayangkan, betapa repotnya jika setiap
lembaga pemerintah pada semua level dan semua lini , dari presiden hingga
kelurahan, dari institusi militer hingga BUMN berhak membuat klasifikasi rahasia
atas informasi-informasi yang dikelolanya. Jika pasal ini dibiarkan lolos, sama
saja kita melegitimasi kondisi dan praktik-praktik rejim kerahasiaan yang selama
ini telah mengakar kuat di Indonesia. Jika boleh membandingkan, rumusan Tim FHUI
lebih jelas dan spesifik dalam hal ini, karena kewenangan menentukan rahasia
negara hanya dimiliki oleh instansi yang memiliki kewenangan di bidang:
pertahanan keamanan, teknologi persenjataan, kegiatan diplomatik, kegiatan
intelijen dan kegiatan pengembangan kriptografi (Pasal 5). Namun kelemahan draf
Tim FH UI adalah menyerahkan penetapan pengklasifikasian informasi rahasia
kepada Presiden. (Pasal 11) (Perbandiangan antara draft RUU Kerahasiaan Negara
versi DPR, Pemerintah dan versi Tim FH-UI ini menunjukkan bahwa peran kampus
semestinya tidak berhenti pada proses legal drafting. Karena hampir selalu
terjadi, draft RUU yang cukup bagus dan “demokratis” produk kampus, ketika di
tangan DPR atau Pemerintah, berubah menjadi draft RUU yang mengandung
ancaman-ancaman rill terhadap prinsip-prinsip demokrasi.)

3) Adanya 2
kelemahan di atas menunjukkan kelemahan lain dari draf RUU Kerahasiaan Negara,
yakni “Tidak mempertimbangkan atau tidak melindungi kepentingan publik yang

lebih besar. Kelemahan ini bisa dijelaskan sebagai berikut :

a.
Pendefinisian ruang lingkup rahasia negara ditentukan hanya berdasarkan sistem
klasifikasi. Selain sistem klasifikasi, mestinya juga diterapkan mekanisme lain
untuk menghindari praktik perahasiaan informasi yang berlebih-lebihan dan
merugikan kepentingan publik. Misalnya dengan menerapkan sistem public balancing
interest test: informasi yang sudah diklasifikasikan konfidensial misalnya,
dapat saja diputuskan untuk dibuka jika keputusan ini akan menguntungkan
kepentingan yang lebih besar, misalnya untuk mengungkapkan kasus korupsi. Bisa
juga diterapkan sistem consequential harm test: klaim kerahasiaan atas sebuah
informasi harus dengan alasan dan penjelasan yang masuk akal, dan beban
pembuktian ini harus ditanggung oleh pejabat/lembaga publik bersangkutan, bukan
oleh peminta informasi.

b. Draf RUU
Kerahasiaan Negara hanya concern terhadap satu aspek: bagaimana melindungi
informasi-informasi yang perlu dirahasiakan, bagaimana membebani para pejabat
negara dan publik dengan kewajiban untuk menjaga informasi-informasi rahasia
negara, dan bagaimana menetapkan sanksi pidana yang cukup berat untuk setiap
pelanggaran pembocoran rahasia negara? Lalu bagaimana dengan informasi-informasi
yang tidak termasuk dalam klasifikasi rahasia negara? Mengapa tidak sekaligus
diatur kewajiban badan/pejabat pemerintah untuk membuka informasi-informasi yang
bukan rahasia negara itu kepada publik, dengan standar pelayanan yang memadai?
Pemerintah tampaknya lebih concern terhadap informasi-informasi yang patut
dirahasiakan daripada informasi-informasi yang harus dibuka kepada publik. Dari
sinilah lahir keputusan-keputusan yang bersifat elitis dan berorientasi ke
dalam. Pemerintah lebih mencemaskan bahaya pembocoran rahasia negara, meskipun
secara faktual terlihat yang sering terjadi justru praktik-praktik penyembunyian
informasi dengan akibat yang jauh lebih merusak dan merugikan kepentingan umum.
| Top ↑ |